(2). Pemerintah atau Peme
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 1998
TENTANG :
KESEJAHTERAAN LANJUT
USIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1,
Kesejahteraan adalah suatu kehidupan dan penghidupan sosial baik
material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan
keteraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk
mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya
bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban
asasi manusia sesuai dengan Pancasila.
2, Lanjut Usia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas.
3, Lanjut Usia Potensial adalah lanjut usia yang
masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang menghasilkan barang
dan/atau jasa.
4,
Lanjut Usia Tidak Potensial adalah lanjut
usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga kehidupannya tergantung pada
bantuan orang lain.
5, Masyarakat adalah perorangan, keluarga,
kelompok dan organisasi
sosial
dan/atau organisasi kemasyarakatan.
6,
Keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, suami-isteri dan anaknya, atau ayah
dan anak, atau ibu dan anaknya beserta kakek dan/atau nenek.
7, Perlindungan sosial adalah upaya Pemerintah
dan/atau masyarakat untuk memberikan kemudahan pelayanan lanjut usia tidak
produktif agar dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar.
8,
Bantuan sosial adalah upaya pemberian
bantuan yang bersifat tidak tetap agar lanjut usia potensial dapat meningkatkan
taraf kesejahteraan sosialnya.
9, Pemeliharaan Taraf Kesejahteraan adalah upaya
perlindungan dan dan pelayanan yang bersifat terus menerus agar lanjut usia
dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar.
10, Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial yang ekonomis.
11, Pemberdayaan adakah setiap upaya meningkatkan
kemampuan fisik, mental, spiritual, sosial, pengetahuan dan keterampilan agar
para lanjut usia siap didayagunakan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
BAB
II
ASAS,
ARAH DAN TUJUAN
Pasal
2
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut
usia diselenggarakan berasaskan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Es, kekeluargaan, keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan.
Pasal 3
Upaya peningkatan
kesejahteraan sosial lanjut usia diarahkan agar lanjut usia tetap dapat
diberfdayakan sehingga berperan dalam kegiatan pembangunan dengan memperhatikan
fungsi, kearifan dan pengetahuan, keahlian, keterampilan, pengalaman, usia dan
kondisi fisiknya, serta terselenggaranya pemeliharaan taraf kesejahteraan
sosial lanjut usia.
Pasal 4
Upaya peningkatan
kesejahteraan sosial bertujuan untuk memperpanjang usia harapan hidup dan masa
produktif \, terwujudnya kemandirian dan kesejahteraannya, terpeliharanya
sistem nilai budaya dan kekerabatan bangsa Indonesia serta lebih meningkatkan
diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
BAB
III
HAK
DAN KEWAJIBAN
Pasal
5
(1). Lanjut Usia mempunyai hak yang sama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2). Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada
lanjut usia diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi
a. pelayanan keagamaan dan mental
spiritual;
b. pelayanan kesehatan;
c. pelayanan kesempatan kerja;
d. pelayanan pendidikan dan pelatihan ;
e, kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana
dan prasarana umum.
f. kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum;
g. perlindungan sosial;
h. bantuan sosial.
(3). Bagi lanjut usia tidak potensial mendapatkan
kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kecuali huruf “c” , huruf “d” dan
huruf “h”
(4). Bagi lanjut usia potensial mendapatkan
kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kecuali huruf “g”
Pasal
6
(1).
Lanjut usia mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
(2). Selain kewajiban sebagaimana sebagaimana
dimaksud pada (1) sesuai dengan peran dan fungsinya, lanjut usia juga
berkewajiban untuk :
a, membimbing dan memberi nasehat secara arif dan
bijaksana berdasarlam pengetahuan dan pengalamannya, terutama dilingkungan
keluarganya dalam rangka menjaga martabat dan meningkatkan kesejahteraannya.
b, mengamalkan dan mentransformasikan ilmu
pengetahuan, keahlian, keterampilan, kemampuan dan pengalaman yang dimilikinya
kepada generasi penerus.
c, memberikan keteladanan dalam segala aspek
kehidupan kepada generasi penerus.
BAB IV
TUGAS DAN TANGGUNG
JAWAB
Pasal 7
Pemerintah bertugas
mengarahkan, membimbing dan menciptakan suasana yang menunjang bagi
terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
Pasal
8
Pemerintah,
masyakat dan keluarga bertanggung jawab atas terwujudnya upaya peningkatan
kesejahteraan sosial lanjut usia.
BAB V
PEMBERDAYAAN
Pasal 9
Pemberdayaan lanjut
usia dimaksudkan agar lanjut usia tetap dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan
berperan aktif secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pasal 10
Pemberdayaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ditujukan pada lanjut usia potensial dan
lanjut usia tidak potensial melalui upaya peningkatan kesejahteraan sosial.
Pasal 11
Upaya peningkatan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia potensial meliputi :
a. pelayanan keagamaan dan mental spiritual;
b. pelayanan kesehatan;
c. pelayanan kesempatan kerja;
d. pelayanan pendidikan dan keterampilan;
e. pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam
penggunaan fasilitas, sarana dan
prasarana umum;
f. kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum;
g. bamtuan sosial.
Pasal 12
Upaya
peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia tidak potensial meliputi :
a, pelayanan keagamaan dan spiritual;
b, pelayanan kesehatan;
c, pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam
penggunaan
fasilitas, sarana dan prasarana umum;
d. pemberian kemudahan dalam layanan dan
bantuan hukum;
e, perlindungan sosial.
BAB VI
PELAKSANAAN
Pasal 13
(1). Pelayanan keagamaan dan mental spirituasl bagi
lanjut usia dimaksudkan untuk mempertebal rasa keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(2). Pelayanan keagamaan dan mental spiritual
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui peningkatan kegiatan
keagamaan sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing.
Pasal
14
(1). Pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan lanjut usia agar
kondisi fisik, mental dan sosialnya dapat berfungsi secara wajar.
(2)
Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui peningkatan :
a.
penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan lanjut usia.
b. upaya penyuluhan (kuratif), yang diperluas
pada bidang pelayanan geriatrik/gerontologik;
c.
pengembangan lembaga perawatan lanjut usia yang menderita penyakit kronis
dan/atau penyakit terminal;
(3). Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi
lanjut usia yang tidak dimilikinya.peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal
15
(1). Pelayanan kesempatan kerja bagi lanjut usia
potensialdimaksudkan memberikan peluang untuk mendayagunakan
pengetahuan,keahlian, kembampuan, keterampilan dan pengalaman yang dimilikinya.
(2). Pelayanan kesempatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)dilaksanakan pada sektor formal dan non formal melalui
perseorangan, kelompok/organisasi, atau lembaga, baik Pemerintah maupun
masyarakat.
Pasal
16
(1).
Pelayanan pendidikan dan pelatihan
dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, kemampuan, keterampilan,
dan pengalaman lanjut usia potensi dengan potensi yang dimilikinya.
(2). Pelayanan pendidikan dan pelatihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan leh lembaga pendidikan dan pelatihan, baik
yang diselenggarakan Pemerintah maupun masyarakatsesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
17
(1). Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam
penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana umumdimaksudkan sebagai perwujudan
rasa hormat dan penghargaan kepada lanjut usia.
(2). Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam
penggunaan fasilitas umum dilaksanakan melalui :
a. pemberian kemudahan dalam pelayanan
administrasi pemerintahan dan masyarakat pada umumnya.
b. pemberian kemudahan pelayanan dan keringan
biaya;
c.
pemberian kemudahan dalam melakukan perjalanan;
d.
penyediaan fasilitas rekreasi dan olahraga khusus.
(3). Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam
penggunaan sarana dan prasarana umum dimaksudkan untuk memberikan aksesibilitas
terutama ditempat-tempat umum yang dapat menghambat mobilitas lanjutusia.
Pasal
18
(1). Pemberian kemudahan layanan dan bantuan hukum
dimaksudkan untuk melindudngi dan memberikan rasa aman kepada lanjut usia.
(2). Pemberian kemudahan layanan dan bantuan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. penyuluhan dan konsultasi hukum;
b. layanan dan bantuan hukum di luar
dan/atau di dalam pengadilan.
Pasal
19
(1).
Pemberian perlindungan sosial dimaksudkan untuk memberikan pelayanan
bagi lanjut usia tidak potensial agar dapat mewujudkan taraf hidup yang
wajar.
(2). Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksnakam melalui pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial yang diselenggarakan baik di dalam maupun di luar
panti.
(3).
Lanjut usia tidak potensial terlantar
yang meninggal dunia dimakamkan sesuai
dengan agamanya dan menjadi tanggung jawab Pemerintah dan/atau masyarakat.
Pasal
20
(1). Bantuan sosial sebagaimana dimaksudkan agar
lanjut usia potensial yang tidak mampu dapat meningkatkantaraf
kesejahteraannya.
(2). Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bersifat tidak tetap, berbentuk material, finansial, fasilitas pelayanan,
dan informasi guna mendorong tumbuhnya kemandirian.
Pasal
21
(1). Pelaksanaan terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalamPasal 13. Pasal 15, Pasal 17 dan Pasal 20 Undang-undang ini
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2), Pemerintah melakukan pembinaan terhadap
pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan sosial usia lanjut.
BAB
VII
PERAN
MASYARAKAT
Pasal
22
(1). Masyarakat mempunyai hak dan kesempatan yang
seluas-luasnya untuk berperan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial
lanjut usia.
(2). Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan secara perseorangan, keluarga, kelompok,masyarakat,
organisasi sosial, dan/atau organisasi kemasyarakatan.
Pasal
23
Lanjut usia potensial
dapat membentuk organisasi/lembaga sosial berdasarkan kebutuhan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 24
(1).
Pemerintah memberikan penghargaan kepada
masyarakat yang berperan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut
usia.
(2). Jenis, bentuk dan tata cara pemberian
penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB
VIII
KOORDINASI
Pasal
25
(1). Kebijakan pelaksanaan upaya peningkatan
kesejahteraan sosial lanjut usia ditetapkan secara terkoordinasi dan
keanggotaannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(2). Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diwujudkan dalam suatu wadah yang bersifat non struktural dan keanggotaannya
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
BAB
IX
KETENTUAN
PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal
26
Setiap orang atau
badan/atau organisasi atau lembaga yang dengan sengaja tidak melakukan
pelayanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (3), Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), padahal menurut hukum
yang berlaku baginya wajib melakukan perbuatan tersebut, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun
atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 200.000.000.- (duaratus juta rupiah.
Pasal 27
(1).
Setiap orang atau badan/atau organisasi atau lembaga yang yang sengaja tidak
menyediakan aksesibilitas bagi lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (3) dapat dikenai sanksi administrasi berupa :
a. teguran lisan’
b. teguran tertulis;
c. pencabutan izin.
(2).
Tata cara pengenaan sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal
28
(1). Setiap orang atau badan/atau organisasi atau
lembaga yang telah mendapat izin untuk melakukan pelayanan terhadap lanjut usia
sebagaimana dimaksud Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau mendapatkan
penghargaan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,menyalahgunakan izin
dan/atau penghargaan yang diperoleh dikenai sanksi administrasi berupa :
a. teguran lisan,
b. teguran tertulis,
c. pencabutan penghargaan,
d. pemberhentian pemberian penghargaan,
e. pencabutan izin operasional.
(2). Tata cara pengenaan sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah.
BAB
X
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
29
Pada saat mulai
berlakunya Undang-undang ini segala ketentuan yang berkaitan dengan upaya
peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia dan pemberian bantuan penghidupan
orang jompo yang merupakan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor Tahun 1965
tentang Pemberian Bantuan Penghidupann Orang Jompo sepanjang tidak bertentangan
dengan, atau belum diganti atau diubah berdasarkan Undang-undang ini dinyatakan
tetap berlaku.
Pasal 30
Semua kegiatan yang
berkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia yang sedang
berlangsung disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini.
BAB
XI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
31
Dengan diundangkannya
Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 4 Tahun 1965 tentang pemberian
Bantuan Penghidupan Orang Jompo (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 274), dinyatakan tidak berlaku.
Pasal32
Undang-undang ini
dimulai pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya memerintahkan pengundangan, Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta.
Pada
tanggal 30 nopember 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BACHARUDIN
JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 30
Nopember 1998
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
AKBAR TANJUNG
Salinan sesuai dengan
aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum dan
Perundang-undangan
Ttd.
Lambock V. Nahattands
Salinan sesuai dengan
salinan aslinya
DEPARTEMEN SOSIAL RI
Kepala Biro Hukum
ttd.
Lisning Sri Hastuti,
SH
NIP. 170007986
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 43 TAHUN 2004
TENTANG :
PELAKSANAAN UPAYA
PENINGKATAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL LANJUT USIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Mdnimbang : bahwa
untuk menindaklanjuti Pasal 13, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 20 dan Pasal 24
Undang-undang Nomor 13 Fahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dipandang perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut
Usia.
Mengingat
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang
Dasar 1945.
2. Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembar Negara Tahun 1998
Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2796).
M
E M U T U S K A N :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PELAKSA-NAAN UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL LANJUT USIA.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1,
Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial
material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan
ketenteraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga Negara untuk
mengadakan pemenuhan kebuiatuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan yang
sebaik-baiknya bagi diri.keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi
hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.
2, Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut
Usia adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terkoordinasi antara
Pemerintah dan masyarakat untuk memberdayakan lanjut usia agar lanjut usia
tetap dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan berperan aktif secara wajar dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Lanjut Usia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 (enampuluh) tahun keatas.
4, Lanjut Usia Potensial adalah lanjut usia yang
masih mampu melakukan dan/atau jasa.
5,
Lanjut Usia Tidak Potensial adalah lanjut
usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga kehidupannya bergantung pada
bantuan orang lain.
6,
Perlindungan Sosial adalah upaya Pemerintah dan/atau
masyarakat untuk memberikan kemudahan pelayanan bagi lanjut usia tidak
potensial agar dapat mewujudkan menikmati taraf hidup yang wajar.
7, Bantuan Sosial adalah upaya pemberian bantuan
yang bersifat tidak tetap agar lanjut
usia potensial dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.
8, Aksesibilitas adalah kemudahan untuk
memperoleh dan menggunakan sarana, prasarana dan fasilitas bagi lanjut usia
untuk memperlancar mobilitas lanjut usia.
9, Masyarakat adalah perorangan, keluarga,
kelompok dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.
11.Pemerintah
Pusat adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari
Presiden beserta para Menteri.
12.Pemerintah
Daerah adalah Kepala Daerah beserta para perangkat Daerah Otonom yang lain
sebagai eksekutif daerah.
13.Menteri
adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintah di bidang sosial.
Pasal
2
Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia ditujukan pada lanjut usia potensial dan
lanjut usia tidak potensial.
Pasal 3
(1). Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut
Usia Potensial meliputi :
a.
pelayanan keagamaan dan mental spiritual;
b.
pelayanan kesehatan;
c.
pelayanan kesempatan kerja;
d.
pelayanan
pendidikan dan pelatihan;
e.
pelayanan
untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana
umum;
f.
pemberian
kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum;
g.
bantuan
sosial.
(2). Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut
Usia Tidak Potensial meliputi :
a.
pelayanan keagamaan dan mental spiritual;
b.
pelayanan kesehatan;
c. pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan
fasilitas, sarana dan prasarana umum;
d. pemberian kemudahan layanan dan bantuan hukum;
e. perlindungan sosial.
BAB II
PELAKSANAAN UPAYA
PENINGKATAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL
LANJUT USIA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 4
Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab
Pemerintah dan masyarakat.
Pasal 5
Pelaksanaan Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dilaksanakan secara terkoordinasi
antara Pemerintah dan masyarakat.
Bagian Kedua
Pelayanan Keagamaan
dan Mental Spiritual
Pasal 6
(1). Pelayanan keagamaan dan mental spiritual bagi
lanjut usia dimaksudkan untuk mempertebal rasa keimanan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
(2). Pelayanan keagamaan dan mental spiritual
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui peningkatan kegiatan
keagamaan sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing.
Pasal
7
Pelayanan
keagamaan dan mental spiritual bagi lanjut usia meliputi :
a. bimbingan beragama;
b. pembangunan sarana ibadah dengan penyediaan
aksesibilitas bagi lanjut usia;
Bagian
Ketiga
Pelayanan
Kesehatan
Pasal
8
(1). Pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan lanjut usia, agar
kondisi fisik, mental dan sosialnya dapat berfungsi secara wajar.
(2). Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia
sebapengaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui peningkatan :
a.
penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan lanjut usia;
b. upaya penyembuhan (kuratif) yang diperluas
pada bidang pelayanan geriatrik/gerontologik;
c. pengembangan lembaga perawatan lanjut usia
yang menderita
(3). Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi
lanjut usia yang tidak mampu, diberikan keringanan biaya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian
Keempat
Pelayanan
Kesempatan Kerja
Pasal
9
(1). Pelayanan kesempatan kerja bagi lanjut usia
potensial dimaksudkan memberi peluang untuk mendayagunakan pengetahuan,
keahlian, kemampuan, keterampilan, dan pengalaman yang dimilikinya.
(2). Pelayanan kesempatan kerjasebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilaksanakan pada sektor formal dan non formal melalui
perseorangan, kelompok/organisasi, atau lembaga baik Pemerintah maupun
masyarakat.
Paragraf
Kesatu
Sektor
Formal
Pasal
10
Pelayanan kesempatan
kerja bagi lanjut usia potensial dalam sektor formal dilaksanakan melalui
kebijakan pemberian kesempatan bagi lagi lanjut usia potensial untuk memperoleh
pekerjaan
Pasal 11
(1). Dunia usaha memberi kesempatan seluas-luasnya
kepada tenaga kerja lanjut usia potensial yang memenuhi persyaratan jabatan dan
kualifikasi pekerjaan untuk memperoleh pekerjaan sesuai bakat, minat dan
kemampuannya.
(2). Penetapan
persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan faktor :
a,
kondisi fisik;
b,
keterampilan dan/atau keahlian;
c,
pendidikan;
d,
formasi yang tersedia;
e,
bidang usaha;
f,
faktor lain.
(3).
Persyaratan jabatan dan kualifikasi
pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)ditetapkan oleh Menteri yang
bertanggung jawab dalam urusan pemerintah di bidang ketenagakerjaansetelah
mendapat pertimbangan Menteri dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan
yang berlaku,
Paragraf Kedua
Sektor Non Formal
Pasal 12
Setiap pekerja/buruh
lanjut usia potensial mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan
pekerja/buruh lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 13
(1). Pelayanan kesempatan kerja bagi lanjut usia
potensial dalam sektor non formal dilaksanakan melalui kebijakan menumbuhkan
iklim usaha bagi lanjut potensial yang
mempunyai keterampilan dan/atau keahlian untuk melakukan usaha sendiri atau
melalui kelompok usaha bersama.
(2). Penumbuhan iklim usaha sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
14
Dunia usaha dan
masyarakat berperan secara aktif dalam menumbuhkan iklim usaha bagi lanjut usia
potensial.
Pasal 15
(1).
Lanjut usia potensial yang mempunyai
keterampilan dan/atau keahlian untuk melakukan usaha sendiri atau melalui
kelompok usaha bersama dapat diberikan bantuan sosial.
(2). Pemberian bantuan sosial sebagaiamana dimaksud
dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai demgan ketentuan mengenai bantuan sosial
bagi lanjut usia potensial yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
Bagian
Kelima
Pelayanan
Pendidkan dan Pelatihan
Pasal 16
(1). Pelayanan pendidikan dan pelatihan dimaksudkan
untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, kemampuan dan
pengalaman lanjut usia potensial sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
(2). Pelayanan pendidikan dan pelatihan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan,
baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian
Keenam
Pelayann
Untuk Mendapatkan Kemudahan
Dalam
Penggunaan Fasilitas, Sarana dan Prasana Umum
Pasal
17
(1). Pelayanan untuk mendapatkan kemudahn
dalam penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana umum dimaksudkan sebagai
perwujudan rasa hormat dan penghargaan kepada lanjut usia.
(2). Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam
penggunaan fasilitas umum dilaksanakan melalui :
a. pemberian kemudahan dalam pelayanan
administrasi pemerintahan dan masyarakat pada umumnya;
b. pemberian kemudahan pelayan dan keringan
biaya;
c. pemberian kemudahan dalam melakukan
perjalanan;
d. penyediaan fasilitas rekreasi dan olahraga
khusus.
(3).
Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan
dalam penggunaan sarana dan prasarana umum dimaksudkan untuk memberikan
aksesibilitas terutama ditempat-tempat umum yang dapat menghambat mobilitas
lanju usia.
Paragraf
Kesatu
Kemudahan
Dalam Penggunaan Fasilitas Umum
Pasal
18
(1). Pemerintah memberikan kemudahan dalam
pelayanan administrasi pemerintah kepada
lanjut usia untuk :
a.
memperoleh Kartu Tanda Penduduk (KTP) seumur hidup;
b.
melaksanakan kewajiban membayar pajak negara;
c. memperoleh pelayanan kesehatan pada sarana
kesehatan milik Pemerintah;
d.
melaksanakan
pernikahan;
e.
melaksanakan
kegiatan lain yang berkenaan dengan pelayanan umum.
(2). Ketentuan mengenai pemberian kemudahan dalam
pelayanan administrasi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh Menteri dan Menteri lain baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
19
(1). Pemerintah dan masyarakat memberikan kemudahan
dalam pelayanan dan keringanan biaya kepada lanjut usian untuk :
a. pembelian tiket perjalanan dengan menggunakan
sarana angkutan umum;
b. akomodasi;
c. pembayaran pajak;
d. pembelian tiket masuk tempat rekreasi,
(2).
Ketentuan mengenai pemberian kemudahan dalam pelayanan dan keringanan biaya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri dan
Menteri lain, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan
bidang tugasnya masing-masing dengan memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
20
(1). Pemerintah dan masyarakat memberikan kemudahan
dalam melakukan perjalanan kepada lanjut usia untuk :
a.
penyediaan tempat duduk khusus;
b.
Penyedian loket khusus;
c.
penyedian kartu wisata khusus;
d. penyediaan informasi sebagai himbauan untuk
mendahulukan lanjut usia.
(2). Ketentuan mengenai pemberian kemudahan dalam
melakukan perjalanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
oleh Menteri dan Menteri lain, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama
sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing dengan memperhatikan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
21
(1), Pemerintah dan masyarakat menyediakan
fasilitas rekreasi dan olahraga khusus kepada lanjut usia dalam bentuk :
a.
penhediaan tempat duduk khusus di tempat rekreasi;
b.
penyediaan alat bantu lanjut usia di tempat rekreasi;
c,
pemanfaatan taman-taman untuk olahraga;
d.
penyelenggaraan w isata lanjut usia;
e.
penyediaan tempat pembugaran.
(2). Ketentuan men mengenai penyediaan fasilitas
rekreasi dan olahraga khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut oleh Menteri dan Menteri lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama
sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing dengan memperhatikan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Paragraf
Kedua
Kemudahan
Dalam Penggunaan
Sarana
dan Prasarana Umum
Pasal
22
Setiap pengadaan
sarana dan prasarana umum oleh Pemerintah dan/atau masyarakat dilaksanakan
dengan menyediakan aksesibilitas bagi lanjut usia.
Pasal 23
Penyediaan
aksesibilitas bagi lanjut usia pada sarana dan prasarana umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan
yang lebih menunjang lanjut usia dalam melaksanakan fungsi sosialnya dan
berperan aktif secara wajar dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pasal 24
Penyediaan
aksesibilitas bagi lanjut usia pada sarana dan prasarana umum dapat berbentuk :
a. fisik;
b. non fisik
Pasal 25
(1).
Penyedian aksesibilitas yang berbentuk
fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a dilaksanakan pada sarana dan
prasarana umum yang meliputi :
a.
aksesibilitas pada bangunan umum;
b.
aksesibilitas pada jalanan umum;
c.
aksesibilitas pada pertamanan dan tempat rekreasi;
d.
aksesibilitas pada angkutan umum.
(2). Penyediaan aksesibilitas yang berbentuk non
fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b meliputi :
a.
pelayanan informasi’
b.
pelayanan khusus.
Pasal
26
Aksesibilitas pada
bangunan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a,
dilaksanakan dengan menyediakan :
a. akses ke, dari, dan di dalam bangunan;
b. tangga dan lift khususuntuk bangunan
bertingkat;
c. tempat parkir dan tempat naik turun
penumpang;
d. tempat duduk khusus;
e. pegangan tangga pada tangga, dinding, kamar
mandi dan toilet;
f. tempat telepon;
g. tempat minum;
h. tanda-tanda peringatan darurat atau sinyal.
Pasal 27
Aksesibilitas pada
jalan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b, dilaksanakan
dengan menyediakan :
a. akses ke dan dari jalan umum;
b. akses ke tempat pemberhentian bis/kendaraan;
c. jembatan penyeberangan;
d. jalur penyeberangan bagi pejalan kaki;
e. tempat parkir dan naik turun penumpang;
f. tempat pemberhentian kendaraan umum;
g. tanda-tanda/rambu-rambu dan/atau marka jalan;
h. trotoar bagi pejalan kaki/pemakai kursi roda;
i. terowongan penyeberangan.
Pasal 28
Aksesibilitas pada
pertamanan dan tempat rekreasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
huruf c, dilaksanakan dengan menyediakan :
a, Akses dari, ke dan di dalam pertamanan dan
tempat rekreasi;
b. tempat parkir dan tempat naik turun
penumpang;
c. tempat duduk khusus istirahat;
d. tempat telepon;
e. tempat minum’
f. toilet;
g. tanda-tanda atau sinyal.
Pasal 29
Aksesibilitas
pada angkutan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf d,
dilaksanakan dengan menyediakan :
a, tangga naik/turun;
b, tempat duduk khusus yang aman dan nyaman ;
c. alat bantu;
d.
tanda-tanda atau sinyal.
Pasal 30
Pelayanan
informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a dilaksanakan
dalam bentuk penyediaan dan penyebarluasan informasi yang menyangkut segala
bentuk pelayanan yang disediakan bagi lanjut usia.
Pasal 31
Pelayanan khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b dilaksanakan dalam bentuk
:
a. penyediaan tanda-tanda khusus, bunyi dan
gambar pada tempat-tempat khusus yang disediakan pada setiap sarana dan prasarana
pembangunan/fasilitas umum;
b. penyediaan media massa sebagai sumber informasi dan sarana
komunikasi antar lanjut usia.
Pasal
32
(1). Penyediaan aksesibilitas oleh Pemerintah dan
masyarakat dilaksanakan secara
bertahap dengan memperhatikan prioritas aksesibilitas yang dibutuhkan lanjut usia dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan
Negara.
(2). Sarana dan prasarana umum yang telah ada dan
belum dilengkapi dengan aksesibilitas wajib dilengkapi dengan aksesibilitas
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
(3).
Prioritas aksesibilitas yang dibutuhkan
lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah
mendapat persetujuan dari Menteri lain sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
Pasal
33
Standarisasi
penyediaan aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 25, Pasal
26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 32, ditetapkan
oleh Menteri terkait sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya masing-masing.
Bagian Ketujuh
Pemberian Kemudahan
Layanan dan Bantuan Hukum
Pasal 34
(1). Pemberian kemudahan layanan dan bantuan hukum
dimaksud untuk melindungi dan memberikan rasa aman kepada lanjut usia.
(2). Pemberian kemudahan layanan dan bantuan hukum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :
a.
penyuluhan dan konsultasihukum;
b.
layanan dan bantuan hukum diluar dan/atau di dalam pengadilan.
Bagian
Kedelapan
Pemberian
Perlindungan Sosial
Pasal
35
(1). Pemberian perlindungan sosial dimaksudkan untuk
memberikan pelayanan bai lanjut usia tidak potensial agar dapat mewujudkan
taraf hidup yang wajar.
(2). Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilaksanakan melalui pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial yang
diselenggarakan baik di dalam maupun di luar panti.
(3). Lanjut usia tidak potensial terlantar yang
meninggal dunia dimakamkan sesuai dengan agamanya dan menjadi tanggung jawab
Pemerintah dan/atau masyarakat.
Bagian
Kesembilan
Bantuan
Sosial
Pasal
36
(1), Bantuan sosial diberikan kepada lanjut usia
potensial yang tidak mampu agar lanjut usia dapat meningkatkan
kesejahteraannya.
(2). Bantuan sosial sebagimana dimaksud dalam ayat
(1) bersifat tidak tetap, berbentuk material, finansial, fasilitas pelayanan
dan informasi guna mendorong tumbuhnya kemandirian.
Pasal
37
Pemberian
bantuan sosial bertujuan untuk :
a. memenuhi kebutuhan hidup lanjut usia
potensial tidak mampu;
b. mengembangkan usaha dalam rangka meningkatkan
pendapatan dan kemandirian;
c. mendapatkan kemudahan dalam memperoleh
kesempatan berusaha.
Pasal
38
Pemberian bantuan
sosial dilakukan dengan memperhatikan keahlian, keterampilan, bakat, minat,
kemampuanlanjut usia potensial yang tidak mampu serta tujuan pemberian bantuan
sosial sebagaimana dimaksud Pasal 37.
Pasal 39
(1). Pemberian bantuan sosial dapat diberikan
kepadalanjut usia potensialyang tidak mampu perorangan atau kelompoik untuk
melakukan usaha sendiri atau kelompok usaha bersama dalam sektor usaha non
formal.
(2). Untuk memperoleh bantuan lanjut usia potensial
yang tidak mampuperorangan atau kelompok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri,
Pasal
40
(1). Dalam rangka pemberian bantuan sosial, Menteri
melakukan pembinaan terhadap lanjut usia potensial yang tidak mampu.
(2). Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1)dilakukan melalui bimbingan, penyuluhan, pendidikan dan latihan
keterampilan, pemberian informasi, dan/atau bentuk pembinaan lainnya.
Pasal
41
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pemberian bantuan sosial dan pembinaan sebagaimana dimaksud
dalamPasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40 diatur oleh Menteri.
BAB
III
PENGHARGAAN
Bagian Pertama
Penghargaan
Pasal
42
(1).` Menteri memberikan penghargaan kepada masyarakat
yang berperan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
(2). Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), disebut dengan
Penghargaan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia.
Pasal 43
Penghargaan
Kesejahteraan Lanjut Usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 merupakan bentuk penghargaan dan rasa terima
kasih Pemerintah kepada masyarakat yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku berkenaan dengan
pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
Bagian Kedua
Jenis dan Bentuk
Pasal 44
Jenis
Penghargaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia berupa medali.
Pasal 45
(1). Medali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
berbentuk bulat dengan bentuk gambardan tulisan tertentu didalamnya.
(2). Ketentuan dengan ukuran, bahan, warna,
bentukgambar dan tulisan dalam medali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
diatur lebih lanjut oleh Menteri
Pasal
46
(1). Setiap pemberian Penghargaan Kesejahteraan
Sosial Lanjut Usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44dan Pasal 45 disertai
dengan pemberian piagam penghargaan.
(2). Ketentuan mengenai bentuk, ukuran, bahan,
warna dan tulisan piagam penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh Menteri.
Bagian
Ketiga
Persyaratan
Pasal
47
Penghargaan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dapat diberikan kepada perseorangan, kelompok
dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan yang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
Pasal 48
(1). Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
47 meliputi :
a,
Untuk peroangan adalah :
1).
Warga Negara Indonesia.
2). Dewasa;
3). Mampu
untuk melakukan perbuatan hukumsesuai dengan ketentian peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b,
Untuk keluarga adalah :
1). Salah
seorang anggota keluarga bertindak mewakili keluarga yang bersangkutan.
2). Anggota
keluarga yang bertindak mewakili keluarga memenuhi persyaratan untuk perorangan
sebagaimana dimaksud huruf a.
c.
Untuk kelompok adalah :
1). Mempunyai pengurus;
2). Setiap
anggota p
engurus
kelompok memenuhi persyaratan untuk perorangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a.
d, Untuk
organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan adalah organisasi sosial
dan/atau organisasi kemasyarakatan Indonesia yang dibentuk sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2). Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), perorangan, keluarga, kelompok, organisasi sosial dan/atau organisasi
kemastarakatan harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya selama 2 (dua)
tahun secara terus menerus atau selama 5 (lima)
tahun secara terputus-putus melaksanakan upaya peningkatan kesejahteraan sosial
lanjut usia.
(3). Ketentuan mengenai tata cara perhitungan waktu
dan penilaian pelaksanaan kegiatan yang dilakukanoleh perorangan, keluarga,
kelompok dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatansebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Bagian
Keempat
Tata
Cara Pemberian Penghargaan
Pasal
49
Penghargaan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia diberikan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 50
Pemberian Penghargaan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dilaksanakan dalam upacara resmipada
Peringatan Hari Lanjut Usia asional (HLUN) yang telah ditetapkan.
Pasal 51
Pemberian
Penghargaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dapat dilakukan secara anumerta.
Pasal 52
Pemberian Penghargaan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dapat disertai
dengan penyerahan hadiah kepada
penerima penghargaan.
Pasal 53
Pemberian
Penghargaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dilaksanakan oleh Menteri atau
atas nama Menteri oleh Pimpinan tertinggi unit kerja di lingkungan Kantor
Menteri.
Pasal 54
Ketentuan mengenai
tata cara pemberian Penghargaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51,
Pasal 52, dan Pasal 53, diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Bagian
Kelima
Pemberian
Penghargaan Secara Berulang
Pasal 55
Perorangan,
keluarga, kelompok dan organisasi sosialdan/atau organisasi kemasyarakatan yang
telah memperoleh Penghargaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dapat diberi
Penghargaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia secara berulang-ulangapabila
perorangan, keluarga, kelompok organisasi sosial dan/atau organisasi
kemasyarakatan memenuhi persyaratan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal
48.
Pasal 56
Pemberi
Penghargaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia secara berulang hanya dapat
dilakukan untuk sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali.
Pasal 57
Tata cara
pemberian Penghargaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia secara berulang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pemberian Penghargaan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
Bagian
Keenam
Pemberian
Penghargaan Di Daerah
Pasal 58
(1). Penghargaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
dapat diberikan kepada perorangan, keluarga, kelompok dan organisasi sosial
dan/atau organisasi kemasyarakatan yang berperan penting dalam pelaksanaan
upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia di tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
(2). Di Provinsi pemberian penghargaan dilakukan
oleh Gubernur.
(3). Di Kabupaten/Kota pemberian penghargaan
dilakukan oleh Bupati/ Walikota.
(4). Pemberian Penghargaan Kesejahteraan Sosial
Lanjut Usia sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dilaksanakan dengan memperhatikan
ketentuan mengenai tata cara pemberian Penghargaan Kesejahteraan Sosial Lanjut
Usia yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
Bagian Ketujuh
Ketentuan Lain-lain
Pasal 59
Penghargaan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dapat diberikan kepada badan usaha, warga
negara asing, organisasi internasional dan/atau badan-badan internasional yang
mempunyai peran penting dalam pelaksanaan peningkatan kesejahteraan sosial
lanjut usia.
BAB IV
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 60
Peraturan
Pemerintah ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta.
Pada
tanggal 18 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan
di Jakarta
Pada
tanggal 18 Oktober 2004
SEKRETARIS
NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
BAMBANG
KESOWO
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2004
NOMOR 144
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 17
TAHUN 2013
TENTANG
ORGANISASI
KEMASYARAKATAN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa kebebasan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, setiap orang wajib
menghormati hak asasi dan kebebasan orang lain dalam rangka tertib hukum serta
menciptakan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. bahwa sebagai wadah dalam menjalankan
kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, organisasi
kemasyarakatan berpartisipasi dalam pembangunan untuk mewujudkan tujuan
nasional dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
ysng berdasarkan Pancasila.
d.
bahwa
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan sudah tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan dan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara sehingga perlu diganti.
e.
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam a, hurup b, hurup c dan hurup d
perlu membentuk Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28, Pasal 28J
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan
Persetujuan Bersma
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG
TENTANG
ORGANISASI KEMASYARAKATAN
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya
disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat
secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi,
kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesaruan
Republik rusIndonesia yang berdasarkan Pancasila.
2, Anggaran Dasar yang selanjutnya disingkat AD
adalah peratusan dasar Ormas.
3,
Anggaran Rumah Tangga yang selanjutnya
disingkat ART adalah peraturan yang yang dibentuk sebagai penjabaran Ormas.
4, Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekusaan pemerintahan
Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
5, Pemerinth Daerah adalah gubernur, bupati, atau
walikota, dan perangkat daerah sebagai unsurpenyelenggara pemerintahan daerah.
6, Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang dalam negeri.
BAB II
ASAS, CIRI DAN SIFAT
Pasal 2
Asas Ormas
tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undng-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Ormas dapat
mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Ormas yang
tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pasal 4
Ormas bersifat
sukarela, sosial, mandiri, nirlaba, dan demokratis.
BAB III
TUGAS, FUNGSI DAN
RUANG LINGKUP
Pasal 5
Ormas
bertujuan untuk :
a. meningkatkan partisipasi dan keberdayaan
masyarakat
b. memberikan pelayanan kepada masyarakat;
c.
menjaga nilai agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
d. melestarikan dan memelihara norma, nilai,
moral, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat.
e. melestarikan sumber daya alam dan lingkungan
hidup;
f. mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong
royong, dan tolernsi dalam kehidupan bermasyarakat;
g. menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan
dan kesatuan bangsa; dan
h. mewujudkan tujuan negara.
Psal 6
Ormas
berfungsi sebagai sarana :
a. penyalur kegiatan sesui dengan kepentingan
anggota dan/atau tujuan organisasi,
b. pembinaan dan pengembangan anggota untuk
mewujudkan tujuan organisasi.
c. penyalur aspirasi masyarakat.
d. pemberdayaan masyarakat.
e. pemenuhan pelayanan sosial.
f.
partisipasi masyarakat untuk
memelihara, menjaga, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan/atau
g. pemelihara dan pelestari norma, nilai, dan
etika kehidupan bermsyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pasal 7
(1). Ormas memiliki bidang kegiatan sesuai dengan
AD/ART msing-masing.
(2). Bidang kegiatan sebgimana dimaksud pada ayat
(1) sesuai dengan sifat, tujuan dan fungsi Ormas sebagaimana dimaksud dimaksud
dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6.
Pasal 8
Ormas
memiliki lingkup :
a. nasional;
b. provinsi; atau
c. kabupaten/kota.
BAB IV
PENDIRIAN
Pasal 9
Ormas
didirikan oleh 3 (tiga) orang warg negara Indonesia atau lebih, kecuali Ormas
yang berbadan hukum yayasan.
Pasal 10
(1). Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
dapat berbentuk :
a. badan hukum;
b. tidak berbadan hukum.
(2). Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat :
a.
berbasis anggota;
b.
tidak berbasis anggota.
Pasal 11
(1). Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a dapat berbentuk :
a.
perkumpulan;
b.
yayasan.
(2). Ormas berbadan hukum perkumpulan sebagaimana
dimaksud dalam (1)huruf a didirikan dengan berbasis anggota.
(3). Ormas berbadan hukum yayasan sebagimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b didirikan dengan tidak berbasis anggota.
Pasal 12
(1). Badan
hukum perkumpulan sebagaimna dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a didirikan
dengan memenuhi persyaratan :
a.
akte pendirian yang dikeluarksn oleh notaris yang memuat AD dan ART.
b.
program kerja;
c.
sumber pendanaan;
d.
surat
keterangan domisili;
e.
nomor pokok wjib pajak atas nama perkumpulan; dan
f.
surat pernyataan tidak
sedang dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan.
(2), Pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan
dilakukan oleh yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan
hak asasi manusia.
(3). Pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan
sebagimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah meminta pertimbangan dari
instansi terkait.
(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum
perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan undang-undang.
Pasal 13
Badan hukum yayasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b diatur dan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
(1). Dalam upaya mengoptimalkan peran dan
fungsinya, Ormas fpt membentuk suatu wadah berhimpun.
(2).
Wadah berhimpun sebagaimana dimaksudpada
ayat (1) tidak harus tunggal, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang,
BAB V
PENDAFTARAN
Pasal 15
(1).
Ormas berbadan hukum dinyatakan terdaftar
setelah mendapatkan pengesahan badan hujum.
(2). Pendaftaran Ormas berbadan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3). Dalam hal telah memperoleh status badan hukum,
Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memerlukan surat keteragan terdaftar.
Pasal 16
(1). Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan
hukum,sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b dilakukan dengan
pemberian surat
keterangan terdaftar.
(2). Pendaftar Ormas yang tidak berbadan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memenuhi persyaratan :
a. akte
pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang memuat AD atau AD dan ART.
b.
program kerja;
c.
susunan pengurus;
d.
surat
keterangan domisili;
e.
nomor pokok wajib pajakatas nama Ormas;
f.
surat
pernyataan tidak dalam sengketa kepengurusan atau tidak dalam perkara di
pengadilan; dan
g.
surat
pernyataan kesanggupan melaporkan kegiatan.
(3). Surat
keterangan terdaftar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh :
a.
Menteri bagi Ormas yang melingkupi nasional.
b.
gubernur bagi Ormas yang memiliki lingkup provinsi atau
c.
bupati/walikota bagi Ormas yang memiliki lingkup kabupaten/kota.
Pasal 17
(1).
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sebagaimana dimaksud Pasal 16 ayat (3) wajib melakukan verifikasi dokumen
pendaftaran paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung diterimanya
dokumen pendaftaran.
(2). Dalam hal dokumen permohonan belum lengkap
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meminta Ormas pemohon untuk melengkapinya dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak
tanggal penyampaian ketidaklengkapan dokumen pemohon.
(3). Dalam hal Ormas lulus verifikasi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan surat keterangan terdaftar dalam jangka waktu
paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
Pasal 18
(1). Dalam hal Ormas tidak berbadan hukum yang tidak
memenuhi persyaratan untuk diberi surat
keterangan terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dilakukan pendataan
sesuai dengan alamat dan domisili.
(2). Pendataan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh camat atau sebutan lain.
(3). Pendataan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi :
a.
nama dan alamat organisasi;
b.
nama pendiri;
c.
tujuan dan kegiatan; dan
d.
susunan pengurus.
Pasal 19
Ketentuan
lebih lanjut mengenai mengenai tata cara pendaftaran dan pendataan Ormas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17,dan Pasal 18 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 20
Ormas
berhak :
a. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi
secara mandiri dan terbuka.
b. memperoleh hak atas kekayaan intelektual untuk
nama dan lambang Ormas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. memperjuangkan cita-cita dan tujuan
organisasi;
d. melaksanakan kegiatan untuk mencapaitujuan
organisasi;
e. mendapatkan perlindungan hukum terhadap keberadaandan
kegiatan organisasi; dan
f. melakukan kerja sama dengan Pemerintah,
Pemerintah Derah, swasta, Ormas lain, dan pihak lain dalam rangka pengembangan
dan keberlanjutan organisasi.
Pasal 21
Ormas
berkewajiban :
a. melaksanakan kegiatan sesuai dengan tujuan
organisasi;
b. menjaga persatuan dan kesatuanbangsa serta
kebutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. melihara nilai agama, budaya, moral, etika,
dan norma kesusilaan serta memberikan
manfaat untuk masyarakat;
d. menjaga ketertiban umum dan terciptanya
kedamaian dalam masyarakat;
e. melakukan pengelolaan keuangan secara
transparan dan akuntabel; dan
f. berpartisipasi dalam pencapaian tujuan
negara.
BAB VII
ORGANISASI, KEDUDUKAN
DAN KEPENGURUSAN
Bagian Kesatu
Organisasi
Pasal 22
Ormas
memiliki struktur organisasi dan kepengurusan.
Pasal 23
Ormas
lingkup nasional sebagaimanadimaksud dalam Pasal 8 huruf b memiliki struktur
organisasi dan kepengurusan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen)dari
jumlah provinsi di seluruh Indonesia.
Pasal 24
Ormas
lingkup provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b memiliki struktur
organisasi dan kepengurusan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.
Pasal 25
Ormas
lingkup kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki
struktur organisasi dan kepengurusan paling sedikit dalam 1 (satu) kecamatan.
Pasal 26
Ormas dapat
memiliki struktur organisasi dan kepengurusan di luar negeri sesuai dengan
kebutuhan organisasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
Ormas dapat
melakukan kegiatan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian
Kedua
Kedudukan
Pasal 28
Ormas berkedudukan
dalam wilayah NEGARA Republik Indonesia
yang ditentukan dalam AD.
Bagian
Ketiga
Kepengurusan
Pasal 29
(1). Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan
dipilih secara musyawarah dan mufakat.
(2). Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas :
a.
1 (satu) orang ketua atau sebutan lain;
b.
1 (satu) orang sekretaris atau sebutan lain; dan
c.
1 (satu) orang bendahara atau
sebutan lain.
(3). Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas dan bertanggung jawab
ataspengelolaan Ormas.
Pasal 30
(1). Struktur kepengurusan sistem penggantian , hak
dan kewajiban pengurus, wewenang, pembagian tugas, dan hal lainnya yang
berkaitan dengan kepengurusan diatur dalam AD dan/atau ART.
(2). Dalam hal terjadi perubahan kepengurusan,
susunan kepengurusan yang barudiberitahukan kepada kementerian, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam jagka waktu paling lama
paling lama 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan
kepengurusan.
Pasal 31
(1). Pengurus yang berhenti atau yang
diberhentikandari kepengurusan tidak dapat membentuk kepengurusan dan/atau
mendirikan Ormas yang sama.
(2). Dalam hal pengurus yang berhenti atau yang
diberfhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membentuk kepengurusan
dan/atau mendirikan Ormas yang sama, keberadaan kepengurusan dan/atau Ormas
yang sama tersebut tidak diakui oleh Undang-Undang ini.
Pasal 32
Ketentuan
lebih lanjut mengenai struktur organisasi, kedudukan, dan kepengurusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 31 diatur dalam AD
dan/atau ART.
BAB VIII
KEANGGOTAAN
Pasal 33
(1). Setiap warga negara Indonesia berhak menjadi anggota
Ormas.
(2). Keanggotaan Ormas bersifat sukarela dan
terbuka.
(3). Keanggotaan Ormas diaturdalam AD dan/atau ART.
Pasal 34
(1). Setiap anggota Ormas memiliki hak dan
kewajiban yang sama.
(2). Hak dan kewajiban anggota Ormas diatur dalam
AD dan/atau ART.
BAB IX
AD DA ART ORMAS
Pasal 35
(1). Setkiap Ormas yang berbadan hukum dan yang
terdaftar wajib memiliki AD dan ART.
(2).
AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memuat paling sedikit :
a.
nama dan lambang;
b.
tempat kedudukan;
c.
asas, tujuan dan fungsi;
d.
kepengurusan;
e.
hak dan kewajiban anggota;
f.
pengelolaan keuangan;
g.
mekanisme penyelesaian sengketadan pengawasan internal; dan
h.
pembubaran organisasi.
Bagian
Kedua
Perubahan
AD dan ART Ormas
Pasal
36
(1). Perubahan AD dan ART dilakukan melalui forum tertinggi
pengambilan keputusan Ormas
(2). Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilaporkan kepada kementerian, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak terjadinya perubahan AD dan ART,
BAB X
KEUANGAN
Pasal 37
(1). Keuangan Ormas dapat bersumber .
a.
iuran anggota;
b.
bantuan/sumbangan masyarakat;
c.
hasil usaha Ormas;
d.
bamtuan/sumbangan dari orang asing atau lembaga asing;
e.
kegiatan lain yang sah menurut hukum; dan/atau
f. anggaran
belanja pendapatan negara dan/atau anggaran belanja pendapatan daerah.
(2).
Keuangan Ormas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dikelola secara transparan dan akuntabel.
(3). Dalam hal melaksanakan pengelolaan keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Ormas
menggunakan rekening pada bank nasional.
Pasal 38
(1). Dalam hal Ormas menghimpun dan mengelola dana
dari iuran anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1)huruf a, Ormas
wajib membuat laporan pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan standar
akuntansi secara umum atau sesuai dengan AD dan/atau ART.
(2). Dalam hal Ormas menghimpun dan mengelola
bantuan/sumbangan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf
b, Ormas wajib mengumumkan laporan keuangan kepada publik secara bekala.
(3). Sumber keuangan Ormas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (1) huruf c, huruf
d, huruf e, dan huruf f dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAN XI
BADAN USAHA ORMAS
Pasal 39
(1). Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
keberlangsungan hidup organisasi, Ormas berbadan hukum dapat mendirikan badan
usaha.
(2). Tata kelola badan usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam AD dan/atau ART.
(3). Pendirian badan usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII
PEMBERDAYAAN
ORMAS
Pasal 40
(1). Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
melakukan pemberdayaan Ormas untuk meningkatkan kinerja dan menjaga
keberlangsungan hidup Ormas.
(2). Dalam melakukan pemberdayaan Ormas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menghormati dan
mempertimbangkan aspek sejarah, rekam jejak, peran, dan integritas Ormas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(3). Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui :
a.
fasilitasikebijakan;
b.
penguatan kapasitas kelembagaan; dan
c.
peningkatan kualitas sumber daya manusia.
(4).
Fasilitas kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berupa peraturan
perundang-undangan yang mendukung pemberdayaan
Ormas.
(5). Penguatan kapasitas kelembagaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat berupa :
a.
penguatan manajemen organisasi;
b.
penyediaan data dan informasi;
c.
pengembangan kemitraan;
d.
dukungan keahlian, program dan pendampingan;
e.
penguatan kepemimpinan dan kaderisasi.
f.
pemberian penghargaan; dan/atau
g.
penelitian dan pengembangan.
(6). Peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dapat berupa :
a.
pendidikan dan pelatihan;
b.
pemagangan; dan/atau
c.
kursus.
(7). Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan
Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 41
(1). Dalam hal pemberdayaan Ormas dapat bekerja
sama atau mendapat dukungan dari Ormas lainnya, masyarakat, dan/atau swasta.
(2).
Kerjasama atau dukungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pemberian penghargaan, program, bantuan,
dan dukungan operasional organisasi.
Pasal 42
(1). Pemerintah membentuk sistem informasi Ormas
untuk meningkatkan pelayanan publik dan tertib adminstrasi.
(2). Sistem informasi Ormas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikembangkan oleh kementerian, atau instansi terkait yang
dikoordinasikan dan diintegrasikan olrhkementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam negeri.
(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem
informasi Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
ORMAS YANG DIDIRIKAN
OLEH
WARGA NEGARA ASING
Pasak 43
(1). Ormas yang didirikan oleh warga negara asing
dapat melakukan kegiatan diwilayah Indonesia.
(2). Ormas yang didirikan oleh warga negara asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a.
badan hukum yayasan asing atau sebutan lain;
b. badan
hukum yayasan yang didirikanoleh warga negara asing atau warga negara asing
bersama warga negara Indonesia;
atau
c.
badan hukum yayasan didirikan oleh badan hukumasing.
Pasal 44
(1). Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan
lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a wajib memiliki izin
Pemerintah.
(2). Izin Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa :
a.
izin prinsip; dan
b.
izin operasional.
(3). Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a diberian oleh menteri yang menyelenggarakan urusanpemerintahan di
bidang luar negeri setelah memperoleh pertimbangan tim perizinan.b
(4). Izin operasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b, oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah seseuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 45
(1). Untuk memperoleh izin prinsip,
Ormassebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a harus memenuhi
persyaratan paling sedikit :
a. Ormas
badan hukum yayasan asing atau sebutan lain dari negara yang memiliki hubungan
diplomatik dengan Indonesia.
b. memiliki
asas, tujuan, dan kegiatan organisasi yang bersifat nirlaba.
(2). Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang.
(3). Perpanjangan izin prinsip sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum izin prinsip
berakhir.
Pasal 46
(1). Izin operasional bagi ormas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a hanya dapat diberikan setelah ormas
mendapatkan izin prinsip.
(2). Untuk memperoleh izin operasional, ormas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a harus memiliki perjanjian
tertulis dengan Pemerintah sesuai dengan bidang kegiatannya.
(3). Izin operasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan tidak melebihi jangka waktu izin prinsip dan dapat
diperpanjang.
(4). Perpanjangan izin operasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum izin
operasional tersebut berakhir.
Pasal 47
(1). Badan hukum ormas sebagaimana dimaksud dakam
ayat Pasal 43 ayat (2) huruf b dan huruf c disah oleh menteri yang
menyeleng-garakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi
manusiasetellah mendapatkan pertimbangan dan perizinzn.
(2). Selain harus memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang yayasan
pengesahan badan hukum yatasan yang didirikan oleh warga negara asing atau warga negara
asing bersama warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf b wajib memenuhi
persyaratan palig sedikit :
a. warga
negara asing yang mendirikan ormas tersebut telah tinggal di Indonesia 5 (lima) tahun
bertutut-turut.
b,
pemegang izin tetap
c. jumlah
kekayaan awal yayasan yang didirikan oleh warga negara pendiri paling sedikit
senilai Rp. 1.000.000.000.- (satu milyar rupiah)yang dibuktikan dengan surat pernyataan pengurus
badan hukum pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan tersebut.
d. salah
satu ketua, sekretaris, bendahara dijabat oleh warga negara Indonesia; dan
e. surat pernyataan pendiri bahwa kegiatan ormas berbadan
hukumyayasan yang didirikan tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan/atau negara
Indonesia.
(3). Selain harus memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang yayasan, pengesahan badan hukum yayasan yang
didirikan oleh badan hukum asing sebagaimana dimaksud dakam Pasal 43 ayat (2)
huruf c, wajib memenuhipersyaratan paling sedikit :
a. badan
hukum asing yang mendirikan yayasan tersebut telah beroperasi di
Indonesiaselama 5 (lima)
tahun berturut-turut.
b.
jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan badan hukumasing yang
berasal dari pemisahan sebagian harta kekayaan pendiri yang dijadikan kekayaan
awal yayasan paling sedikit Rp. 10.000.000.000.- (sepuluh milyarrupiah) yang
dibuktikan dengan surat
pernyataan pengurus badan hukum pendiri mengenai keabsahanharta kekayaan
tersebut
c. salah
satu jabatan ketua,sekretaris, atau bendahara, dijabat oleh warga negara Indonesia;
dan
d. surat pernyataan pendiri bahwa kegiatan ormas berbadan
hukum yayasan yang didirikan tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan/ataunegara
Indonesia.
Pasal 48
Dalam
melaksanakan kegiatannya, ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2)
wajib bermitra dengan Pemerintah dan Ormas yang didirikan oleh warga negara
Indonesia atas izin Pemerintah.
Pasal 49
Pembentukan
tim perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) dan Pasal 47 ayat
(1) dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang luarnegeri.
Pasal 50
Ketentuan
lebih lanjut mengenai perizinan, tim perizinan, dan pengesahan ormas yang
didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 sampai
dengan Pasal 49 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 51
Ormas yang
didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2)
berkewajiban :
a. menghormati kedaulan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.;
b. tunduk dan patuh pada ketentuan;
c. menghormati dan menghargai nilai-nilai agama
dan adat budaya yang berlaku dalam masyarakat Indonesia;
d. memberikan manfaat kepada masyarakat, bangsa
dan negara Indonesia.
e. mengumumkan seluruh sumber, jumlah dan
penggunaan dana; dan
f. membuat laporan kegiatan berkala kepada
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan dipublikasi kepada masyarakat melalui
media massa berbahasa Indonesia.
Pasal 52
Ormas yang
didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam ayat 43 ayar (2)
dilarang :
a, melaksanakan kegiatan yang bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. mengganggu kestabilan dan keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
c. melakukan kegiatan intelijen;
d. melakukan kegiatan politik;
e. melakukan kegiatan yang mengganggu hubungan
diplomatik;
f. melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan
tujuan organisasi;
g. menggalang dana masyarakat Indonesia; dan
h. menggunakan sarana dan prasana instansi atau
lembaga pemerintahan.
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 53
(1). Untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas
Ormas atau ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43ayat (2) dilakukan pengawasan internal dan eksternal.
(2). Pengawasan internal terhadao Ormas ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan mekanisme organisasi yang diatur dalam AD/ART.
(3). Pengawasan external sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah, dan/atau Pemerintah
Daerah.
Pasal 54
(1). Untukmenjamin terlaksananya fungsi dan tujuan
Ormas, setiap Ormas atauormas yang didirikan warga negara asingsebagaomana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) memiliki pengawas internal.
(2). Pengawas internal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)berfungsi untuk menegakkan kode etik organisasi dan memutuskan
pemberian sanksi dalam internal organisasi.
(3).
Tugas dan kewenangan pengawas internal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam AD da ART atau peraturan organisasi.
Pasal 55
(1). Bentuk pengawasan oleh masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) dapat berupa pengaduan.
(2). Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Pasal 56
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengawasan oleh
masyarakat, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah terhadap Ormas atau ormas
yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BABAB XV
PENYELESAIAN
SENGKETA ORGANISASI
Pasal
57
(1). Dalam halnterjadi sengketa internal internal
Ormas, Ormas menyelesaikan menyelesaikan sengketa melauimekanisme yang diatur
dalam AD dan ART.
(2). Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, pemerintah dapat memfasilitasi mediasi
atas permintaan para pihak yang bersengketa.
(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
mediasi sebagaimana dimaksud pada aat (2) diatur dalamPeraturan Pemerintah.
Pasal 58
(1). Dalam hal mediasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 ayat (2) tidak tercapai, penyelesaian sengketa Ormas dapat
ditempuh melalui pengadilan negeri.
(2). Terhadap putusan pengadilan negeri hanya dapat
diajukan upaya hukum kasasi.
(3). Sengketa Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib diputus oleh pengadilan negeridalam jangka waktu paling lama 90
(sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan perkara dicatat
dipengadilan negeri.
(4). Dalam hal putusan pengadilan negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan upaya hukum kasasi, Mahkamah Agung
wajib memutuskan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak
tanggal permohonan kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung.
BAB XVI
LARANGAN
Pasal 59
(1). Ormas
dilarang :
a.
menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang
negara Republik Indonesia
menjadi bendera atau lambang Ormas.
b, mengunakan nama, lambang, bendera,
atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera atau atribut lembaga
pemerintahan.
c. menggunakan
dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara atau lembaga/badan
internasional menjadi nama, lambang, atau bendera ormas,
d. menggunakan
nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bedera atau simbol
organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang; atau
e. menggunakan
nama, lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai politik.
(2). Ormas dilarang :
a. melakukan
tindakan permusuhan teradap suku, agama, ras, atau golongan.
b. melakukan
penyalahgunaan, penistaan, penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia.
c. melakukan
kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Reoublik Indonesia.
d. melakukan tindakan kekerasan ,
mengganggu ketenteraman dan ketertiban umumdan fasilitas sosial; atau
e. melakukan
kegiatan yang menjadi tuas dan wewenang penegak hukumsesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan/
(3).
Ormas dilarang :
a. memberi
dari atau memberikan kepada pihak manapun membangun dalam bentuk apapun yang
bertentangan dengan ketentuan peratuan perundang-undangan.
b. mengumpulkan dana untuk partai
politik.
(4). Ormas
dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang
bertentangan dengan Pancasila.
BAB XVII
SANKSI
Pasal 60
(1). Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan lingkup tugas dan kewenangan nya menjatuhkan sanksi administraf kepada
Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Parintah Daerah melakukan
upaya persuasif sebelum menjatuhkan sanksi administratif kepada ormas yang
melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 61
Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) terdiri atas ;
a.
peringatan
tertulis;
b.
penghentian
bantuan dan/atau hibah.
c.
penghentian
sementara kegiatan dan/atau
d.
pencabutan
surat
keterangan terdaftar atau pencabutan statusbadan hukum
Pasal
62
(1).
Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal (61) huruf a terdiri atas :
a.
peringatan tertuliskesatu;
b.
peringatan tertulis kedua; dan
c.
peringatan tertulis ketiga.
(2).
Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara
berjenjang dan setiap peringatan tertulis tersebut berlaku dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari.
(3). Dalam hal Ormas telah mematuhi peringatan
tertulis sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat mencabut peringatan tertulis dimaksud.
(4). Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan
tertulis kesatu dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan peringatan tertulis kedua.
(5). Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan
tertulis kedua dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuh peringatan tertulis ketiga.
Pasal 63
(1). Dalam hal Ormas pernah dijatuhi peringatan
tertulis kesatu sebanyak 2 (dua) kali , Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat
menjatuhkan peringatan kedua.
(2). Dalam hal Ormas pernah dijatuhi peringatan
tertulis kedua sebanyak 2 (dua) kali, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat
menjatuhkan peringatan ketiga.
Y peertimbanganPasal 64
(1). Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan
tertulis ktiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (5) dan Pasal 63 ayat
(2) Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan sanksi berupa :
a.
penghentian bantuan dan/atau hibah; dan/atau
b.
penghentian sementara kegiatan.
(2). Dalam hal Ormas tidak memperoleh
bantuandan/atau hibah, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjadi sanksi
penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf b.
Pasal 65
(1). Dalam hal penjatuhan sanksi penghentian
sementara kegiatan terhadap Ormas tingkat nasional, Pemerintah wajib meminta
pertimbangan hukumdari Mahkamah Agung.
(2). Apabila dalam jangka waktu paling lama 14
(empat belas) hari Mahkamah Agung tidakmemberikan pertmbangan hukum, Pemeintah
berwenang menjatuhkan sanksi penghentian sementara kegiatan.
(3). Dalam hal penjatuhan sanksi penghentian
sementara kegiatan terhadap Ormas lingkup provinsi, atau kabupaten/kota, kepala
daerah wajib meminta pertimbangan pimpinanDewan Perwakilan Rakyat Daerah,kepala
kejaksaan, dan kepala kepolisian sesuai dengan tingkatannya,
Pasal 66
(1). Sanksi penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf bdijatuhkan untuk jangka
waktu paling lama 6 (enam) bulan.
(2). Dalam hal jangka waktu penghentian sementara
kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Ormas dapat melakukan
kegiatan sesuai dengan tujuan Ormas.
(3).Dalam
hal Ormas mematuhi sanksi penghentian sementara kegiata sebelum berakhirnya
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah atau Pemerintah
Daerah dapat mencabut sanksi penghentiansementara kegiatan.
Pasal 67
(1). Dalam hal Ormas tidak berbadan hukum tidak
mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b, Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dapat dijatuhi sanksi pencabutan surat keterangan terdaftar.
(2). Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib membinta
pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebelum sebelum menjatuhkan sanksi pencabutan
surat
keterangan terdaftar, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3). Mahkamah Agung wajib memberi pertimbangan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 14 (empat
belas) hari terhitung sejak diterimanya permintaan pertimbangan hukum.
Pasal 68
(1). Dalam hal Ormas berbadan hukum tidak memeatuhi
sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat
(1) huruf b, Pemerintah menjatuhkan sanksi pencabutan status badan hukum.
(2).
Sanksi pencabutan status badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dijatuhkan setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap mengenai pembubaran Ormas berbadanhukum.
(3). Sanksi pencabutan status badan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Pasal 69
(1). Pencabutan status badan hukum Ormas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 ayat (3 dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya salinan putusan pembubaran Ormas
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2). Pencabutan_ status badan hukum Ormas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diumumkan Berita Negara Republik Indonesia.
_Pasal 70
(1). Permohon pembubaran Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 68 ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri oleh kejaksaan hanya atas
permintaan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang hukum dan hak asasi manusia.
(2). Permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum
sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada ketua pengadilan
negeri sesuai dengan tempat domisili hukum Ormas dan panitera mencatat
pendaftaran permohonan pembubaran sesuai dengan tanggal pengajuan.
(3). Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah.
(4). Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tidak disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah, permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum tidak dapat
diterima.
(5). Pengadilan negeri menetapkan hari sidang dalam
jangka waktu paling lama 5 (lima)
hari kerja terhitung sejak tanggal pendaftaran permohonan pembubaran Ormas.
(6). Surat
pemanggilan sidang pemeriksaan pertama harus sudah diterima secara patut oleh
para pihak paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan sidang.
(7). Mahkamah Agung wajib memberikan pertimbangan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 14
(empat belas) hari terhitung sejak diterimanya permintaan pertimbangan hukum.
Pasal 71
(1). Permohonan pembubaran Ormas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) harus diputus oleh pengadilan negeri dalam
waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permonan
dicatat.
(2). Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diperpanjang paling lama 20 (dua puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(3). Putusan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Pasal 72
Pengadilan
negeri menyampaikan salinan putusan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 kepada pemohon, termohon, dan menteri menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam jangka waktu paling
lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Pasal
73
(1). Putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud
dalamPasal 71 hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi.
(2). Dalam hal putusan pengadilan negeri tidak
diajukan upaya hukumkasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salinan putusan
pengadilan negeri disampaikan kepada pemohon, termohon, dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia
paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak putusan diucapkan.
Pasal
74
(1). Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 ayat (1) diajukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal putusan pengadilan negeri diucapkan dan dihadiri oleh
para pihak.
(2). Dalam hal pengucapan putusan pengadilan negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dihadiri oleh para pihak,
permohonan kasasi diajukan dalam jangka
waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak salinan putusan diterima secara
patut oleh para pihak.
(3). Permohonan
kasasi sebagamana dimaksud pada ayat (1) didaftarkan pada pengadilan
negeri telah memutus pembubaran Ormas.
(4). Panitera mencatat permohonan kasasi pada
tanggal diterimanya permohonan dan kepada pemohon diberikan tanda terima
tertulis yang ditandatangani panitera.
(5). Pwmohom kasasi wajib menyampaikan memori
kasasi kepada panitera pengadilan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal permohonan dicatat.
Pasal 75
(1). Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi
dan memori kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74kepada termohon kasasi
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua)hari kerja terhitung sejak tanggal
permohonan kasasi didaftarkan.
(2). Termohon kasasi dapat mengajukan kontra
memorikasasi kepada panitera pengadilan paling lama 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal memori kasasi diterima.
Todal
(3). Panitera
pengadilan wafib menyampaikan kontra memori
kasasi termohon kepada pemohon kasasi dalam jangka waktu paling lama 2
(dua) hari kerja terhitung sejak tanggal
kontra memori kasasi diterima.
(4). Panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi,
memori kasasi, dan kontra memori kasasi beserta berkas perkara yang
bersangkutan kepada Mahkamah Agunh dalam jangka waktu paling lama 40 (empat
puluh) hari terhitung sejak permohonan kasasi didaftarkan atau paling lama 7
(tujuh) hari sejak kontra memori kasasi diterima.
Pasal 76
(1). Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 74 ayat (5) tidak terpenuhi, ketua pengadilan negeri menyampaikan surat
keterangan kepada Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa pemohon kasasi tidak
mengajukan memori kasasi.
(2). Penyampaian surat keterangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak
berakhirnya batas waktu penyampaian memori kasasi.
Pasal 77
(1). Mahkamah Agung wajib mempelajari permohonan
kasasi dan menetapkan hari sidang dalamjangkawaktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung
sejak tanggal permohonan kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung.
(2). Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
75 harus diputus dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung
sejak tanggal permohonan kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung.
Pasal 78
(1). Panitera Mahkamah Agung wajib menyaampaikan
salinan putusan kasasi kepada panitera pengadilan negeri dalam jangka waktu
paling lambat 20 (dua pupuh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi
diputus.
(2). Pengadilan negeri wajib menyampaikan salinan
putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemohon kasasi,
termohon kasasi, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari
kerja terhitung sejak putusan kasasi diterima.
Pasal
79
(1). Dalam hal ormas berbadan hukum yayasan asing
atau sebutan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a
tidak Pasal 52, Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
menjatuhkan sanksi :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian kegiatan;
c. pembekuan izin operasional;
d. pencabutan izin operasional
e. pembekuan izin prinsip.
f.
Pencabutan izin prinsip; dan/atau
g. sanksi
keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 80
Ketentuan
mengenai penjatuhan sanksi terhadap Ormas sebagaimana dimaksud Pasal 60 sampai
dengan Pasal 78 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penjatuhan sanksi
untuk ormas berbadan hukum yayasan yang didirikan oleh warga negara asing atau
warga negara asing bersama warga negara Indonesia atau yayasan yang didirikan
oleh badan hukum asing.
Pasal
81
(1).
Setiap orang yang merupakan anggota atau pegurus Ormas, atau anggota atau
pengurus ormas yang didirikan oleh warga
negara asing, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama melakukan tindak pidana, dipidana sesuai dengan ketentuan
perauran perundang-undangan.
(2). Setiap
orang yang merupakan anggota atau pengurus Ormas, atau anggota atau pengurus
ormasyang didirikan oleh warga negara asing, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama melakukan tindakan yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain,
pihak yang dirugikan berhak mengajukan gugatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 82
Ketentuan lebih lanjut mengenai penjatuhan
sanksi ormas, ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lainnya, dan ormas
badan hukum yayasan yang didirikan warga
negara asing atau warganegara asing bersama warga negara Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 80 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
BAB XVIII
PERATURAN PERALIHAN
Pasal 83
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku :
a.
ormas
yang yelah berbadan hukum sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diakui
keberadaannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
b.
Ormas
yang telah berbadan hukum berdasarkan Staatsblad
87 Nomor 64tentang Perkumpulan-Perkumpulan
Berbadan Hukum (Rechtspersoonlijkheid van
Vereenegingen) yang berdiri sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia dan konsisten mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
tetap diakui keberadaan dan kesejarahannya sebagai aset bangsa, tidak perlu
mrlakukan pendaftaran sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini/
c.
Surat keterangan
yang sudah diterbitkan sebelum Undang-Undang ini berlaku, tetap berlaku sampai
akhir masa berlakunya.
d.
Ormas
yang didirikan oleh warga negara asing, warga negara asing bersama warga negara
Indonesia, atau badan hukum asing yang beroperasi harus menyesuaikan dengan
ketentuan Undang-Undang ini dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
BAB
XIX
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
84
Pada
saat Undang-Undang ini mulai beru, semua Peraturan Perundang-undangan yang
terkait dengan Ormas, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Undang Undang ini.
Pasal
85
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undanf-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang
Organisas Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor
44, Tambahan Lembaran Republin Indonesia Nomor 3298) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal
86
gPeraturan
pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal
87
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan, pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam LembaranNegara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
Pada
tanggal 22 Juli 2013
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
DR.
H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan
di Jakarta
Pada
tanggal 22 Juli 2013
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA.
TTD.
AMIR
SYAMSUDIN
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN
2913 NOMOR 116
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 5430
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2009
TENTANG :
KESEJAHTERAAN SOSIAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA :
Menimbang :
a. bahwa Pancasila dan
Undag-Undang Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara memunyai
tanggungjawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
b. bahwa untuk mewujudkan kehidupan yang layak
dan bermartabat serta untuk memenuhi hak atas kebutuhan dasar warga negara demi tercapainya kesejahteraa sosial, negara menyelenggarakan pelayanan dan
pengembangan kesejahteraan sosial secara terencana, terarah dan berkelanjutan.
c. bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosialsudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan
bermasyarakat , berbangsa dan bernegara sehingga perlu diganti.
d. Bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a, huruf b, dan huruf c perlu
dibentuk Undang-Undang tentang Kesejahteraan Sosial.
Mengingat :
Pasal 18A,Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal
28C ayat (10, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 34
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
M E M UT U
S K A N :
Mentapkan :
UNDANG-UNDANG
TENTANG KESEAHTERAAN SOSIAL
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksudkan dengan :
1,
Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material spiritual
dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga dapat mealksanakan fungsi sosialnya.
2, Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah
upaya yang terarah,terpadu, dan berkelanjutan yang Pemerintahm pemerintah
daerag dan masyarakat dalam bentuk
pelayanan sosialguna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara meliputi
rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan
sosial.
3, Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang
yang dididik dan dilatih secara
profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayananan dan penangananmasalah
sosial dan/atau seseorang yang bekerja , baik di lembaga pemerintahnaupun
swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial.
4, Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang
yang bekerja baik di lembaga pemerintah mauounswasta yang memiliki kompetensi
dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosialyang
diperoleh melauli pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktek
pekerjaanuntuk melaksanakan tugas-tugaspelayanan dan penanganan masalah sosial.
0 komentar:
Posting Komentar